
tapi lumayan lah, aku bisa mengorek lagi memori saat di pesantren dulu. kucing-kucingan sama pak kyai saat mau keluar, kena hukuman, cinta sembunyi-sembunyi, sampai pada mairilan (buat orang tertentu saja sih....) boleh dikata, semua kenakalan santri dalam film itu sudah pernah aku lakukan. lucu, seru, dan kadang kurang ajar (kalo ini sih nyampe sekarang). tapi pesantren juga telah memberiku banyak hal: ilmu, pengalaman, identitas abadi, kesabaran, kebersamaan. kadang-kadang aku merindukan itu semua saat ngelangut se
ndiri.
sorenya, aku dihadapkan realitas yang berbeda. saat mau ngopi aku ditemukan dengan gerombolan pecinta bola. kebetulan yang main adalah MU (club yang sampai sekarang aku belum bisa suka). di sana banyak muda mudi yang hafal di luar kepala yel yel khas MU. setiap club kesayangannya dapat kesempatan membuat gol, atau mencetak gol maka yel yel itu bergemuruh tanpa diperintah. dalam hatiku, kok bisa ya mereka itu fanatik sedemikian rupa kepada club yang tidak akan memberikan apa-apa. aku juga cinta bola tapi tidak sefanatik mereka dalam membela sebuah club. apalagi nonton di sebuah cafe yang harga minumannya agak mahal. toh mereka sama sekali tidak merasa keberatan untuk memuaskan dahaga itu. kenapa mereka bisa sekompak itu? kenapa mereka sedemikian fanatik dengan sebuah club? apa yang dirasakan dalam hati mereka? apa kepuasannya?
0 comments:
Post a Comment