“Mas, peyan disuruh Aba pulang untuk membicarakan kapan peyan nikah?”. Mendadak sms itu datang begitu saja, menjerit dalam Hpku dan meninggalkan sebuah tanya yang nggak akan pernah aku jawab. “Ya, gampang”. Cuma itu yang bisa aku berikan untuk memberikan tanda tanya ulang karena memang tidak akan ada jawaban yang pasti. Semuanya akan bermuara pada sebuah jawaban ya dan tidak. Namun untuk menjawab ya, aku mesti berjibaku dengan diri sendiri. Bahwa aku belum sepenuhnya berniat untuk hidup bersama orang lain. Apalagi aku sendiri belum bisa memberikan ruang hati kepada orang lain yang sebelumnya belum kukenal. Mungki n bagi sebagian orang ini akan terdengar klise. Tapi itulah kenyataannya. Itulah yang nggak bisa aku nafikan dan kubohongi. Selama ini kebohongan yang paling tidak aku suka adalah bohong pada diri sendiri. Namun bila aku jawab tidak, maka aku harus berusaha mati-matian untuk tidak merasa kasihan dengan keinginan dan perjuangan Aba padaku.
Memang ada benarnya, bahwa kami kurang komunikasi. Dan aku jua yang seringkali menghindari bila diajak berunding tentang hal ini. Sebab aku tahu betul siapa diri ini. Aku selalu emosional bila berunding dan tujuan akhirnya tidak sesuai keinginanku. Memang sih, aku orang yang sangat egois, tidak mudah menerima pendapat dan saran orang lain. Aku sadar betul akan hal itu. Namun itu semua aku lakukan demi menjaga perasaan orangtua. Bagiku, berdiam diri adalah jalan yang sangat tepat untuk tidak mengatakan ya maupun tidak. Terserah nantinya akan dimaknai seperti apa, yang jelas jalan penolakanku adalah dengan menggunakan jalan diam.
Aku tau betul bahwa aku diperhatikan keluarga besarku. Terbukti dengan banyaknya campur tangan mereka dalam masalah ini. Tetapi justru ini yang paling nggak aku suka. Dengan banyaknya campur tangan berarti telah menekan diriku, dan aku paling nggak suka jika ada orang lain yang turut campur terlalu jauh bila nggak aku minta.
Beberapa hari kemudian datang lagi sms yang menyatakan hal serupa. Kali ini datang dari sepupuku. Aku rasakan betul keresahan mereka dengan hal bujangku. Namun apa mereka juga menyadari kenapa aku lakukan hal ini? mungkin nggak.
Moga ini akan menjadi awal yang indah bagi langkah selanjutnya.
Memang ada benarnya, bahwa kami kurang komunikasi. Dan aku jua yang seringkali menghindari bila diajak berunding tentang hal ini. Sebab aku tahu betul siapa diri ini. Aku selalu emosional bila berunding dan tujuan akhirnya tidak sesuai keinginanku. Memang sih, aku orang yang sangat egois, tidak mudah menerima pendapat dan saran orang lain. Aku sadar betul akan hal itu. Namun itu semua aku lakukan demi menjaga perasaan orangtua. Bagiku, berdiam diri adalah jalan yang sangat tepat untuk tidak mengatakan ya maupun tidak. Terserah nantinya akan dimaknai seperti apa, yang jelas jalan penolakanku adalah dengan menggunakan jalan diam.
Aku tau betul bahwa aku diperhatikan keluarga besarku. Terbukti dengan banyaknya campur tangan mereka dalam masalah ini. Tetapi justru ini yang paling nggak aku suka. Dengan banyaknya campur tangan berarti telah menekan diriku, dan aku paling nggak suka jika ada orang lain yang turut campur terlalu jauh bila nggak aku minta.
Beberapa hari kemudian datang lagi sms yang menyatakan hal serupa. Kali ini datang dari sepupuku. Aku rasakan betul keresahan mereka dengan hal bujangku. Namun apa mereka juga menyadari kenapa aku lakukan hal ini? mungkin nggak.
Moga ini akan menjadi awal yang indah bagi langkah selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment