Bukan keadaan yang harusnya memaksa seseorang menjadi gila, tetapi keinginan itu sendiri yang mendorong manusia menjadi gila. Semua keinginan adalah sumber kemauan sekaligus energi yang memaksa diri seseorang melakukan segala hal demi tercapainya kebahagiaan, kenikmatan dan sekaligus kegetiran. Ketidaksiapan menjalani kegetiran inilah yang memungkinkan jiwa terkoyak moyak sehingga limbung dan tidak terkendali. Kemauan menjadi sangat bebas, tidak terkekang dan terus berimajinasi.
Imajinasi yang terkendali bisa jadi menghasilkan sesuatu yang positif, kreatif, dan inovatif. Tetapi jika kendali sudah lepas, maka terlepas semua norma, moral, dan sekaligus religi. Orang gila adalah orang yang sangat bebas mengekspresikan dirinya. Dia tidak akan banyak pertimbangan dalam melakukan segala hal, bahkan dalam berpakaian sekalipun. Apa sebenarnya yang ada di kepala orang yang gila? Apakah otaknya masih berpikir untuk memperbaiki diri? Apakah dia sanggup berpikir kemana langkahnya akan dibawa? Apakah alam yang dia bawa sudah berbeda dengan alam orang yang "waras"?
Kupikir di negeri ini hanya segelintir saja yang masih waras. Bukan yang gila menjadi tontonan, tetapi yang waras lah yang menjadi hiburan. Banjir dimana-mana, tetapi orang "gila" itu dengan senang hati memuaskan nafsunya di depan TV. Melihat orang menangis karena tidak punya nasi, mereka malah memanjakan diri di kafe dengan minuman sekaligus membuka pintu darurat bagi gadis-gadis. Banyak orang merjibaku dengan nyawanya untuk mendapat receh, mereka malah membagi hartanya untuk sesuatu yang sia-sia. Siapa yang waras dan siapa yang gila?
Haruskah aku menjadi gila lebih dulu agar mengerti apa sebenarnya yang ada di otak mereka? Atau haruskah mereka lebih dulu diberi siksaan agar tidak menjadi gila dan mengerti apa yang dirasakan orang yang waras?
Imajinasi yang terkendali bisa jadi menghasilkan sesuatu yang positif, kreatif, dan inovatif. Tetapi jika kendali sudah lepas, maka terlepas semua norma, moral, dan sekaligus religi. Orang gila adalah orang yang sangat bebas mengekspresikan dirinya. Dia tidak akan banyak pertimbangan dalam melakukan segala hal, bahkan dalam berpakaian sekalipun. Apa sebenarnya yang ada di kepala orang yang gila? Apakah otaknya masih berpikir untuk memperbaiki diri? Apakah dia sanggup berpikir kemana langkahnya akan dibawa? Apakah alam yang dia bawa sudah berbeda dengan alam orang yang "waras"?
Kupikir di negeri ini hanya segelintir saja yang masih waras. Bukan yang gila menjadi tontonan, tetapi yang waras lah yang menjadi hiburan. Banjir dimana-mana, tetapi orang "gila" itu dengan senang hati memuaskan nafsunya di depan TV. Melihat orang menangis karena tidak punya nasi, mereka malah memanjakan diri di kafe dengan minuman sekaligus membuka pintu darurat bagi gadis-gadis. Banyak orang merjibaku dengan nyawanya untuk mendapat receh, mereka malah membagi hartanya untuk sesuatu yang sia-sia. Siapa yang waras dan siapa yang gila?
Haruskah aku menjadi gila lebih dulu agar mengerti apa sebenarnya yang ada di otak mereka? Atau haruskah mereka lebih dulu diberi siksaan agar tidak menjadi gila dan mengerti apa yang dirasakan orang yang waras?
0 comments:
Post a Comment